Larung sesaji merupakan satu diantara aset budaya di Desa Pucanglaban Kecamatan Pucanglaban Kabupaten Tulungagung yang harus tetap lestari yang juga sebagai agenda tahunan masyarakat Desa Pucanglaban. Tujuan dari kegiatan ini sebagai wujud syukur kepada Tuhan YME, karena telah melimpahkan rejeki kepada masyarakat. Harapannya, rejeki berupa kesehatan, panen yang melimpah kedepannya jauh lebih baik. Hal ini mengemuka dalam pembukaan acara Larung Sesaji di Pantai Kedung Tumpang, Minggu, 06 Nopember 2016.

Kepala Desa Pucanglaban Kecamatan Pucanglaban Kabupaten Tulungagung, Maduki dalam sambutannya mengungkapkan, larung sesaji sudah menjadi tradisi tahunan masyarakat Desa Pucanglaban Kecamatan Pucanglaban Kabupaten Tulungagung. Selain sebagai wujud syukur juga sarana promosi wisata di kabupaten. Pantai Kedung Tumpang merupakan salah satu potensi wisata alam di Desa Pucanglaban Kecamatan Pucanglaban Kabupaten Tulungagung yang masih terjaga keindahannya. Di lokasi ini setiap tahun juga digunakan untuk kegiatan rukyatul hilal. Harapannya dengan dibangunnya Jalur Lintas Selatan (JLS) yang segera terbangun. Sehingga tingkat perekonomian masyarakat kawasan Blitar selatan meningkat.

Masyarakat Desa Pucanglaban memiliki berbagai cara dalam mengungkapkan rasa   sendiri berbeda-beda, tergantung dari kepercayaan masyarakat sekitar. Sebagai contoh, di daerah pesisir laut selatan Desa Pucanglaban Kecamatan Pucanglaban Kabupaten Tulungagung, ritual larung sesaji (masyarakat Desa Pucanglaban menyebutnya sebagai larungan).

Di beberapa daerah lain, upacara larung sesaji ini lebih sering dilaksanakan pada tanggal Satu Suro yang bertepatan dengan tanggal 1 Muharram tahun baru Hijriah. Pelaksanaan ritual ini menjadi salah satu dari sekian banyak ritual yang dilakukan masyarakat Jawa dalam rangka memperingati datangnya tahun baru Hijriah.

Inti dari upacara larung saji ini adalah melarungkan atau menghanyutkan sesaji yang terbuat dari bahan-bahan hasil bumi masyarakat sekitar. Pada umumnya, sesaji yang akan dilarungkan berupa Tumpeng Agung atau tumpeng berukuran besar setinggi 1 hingga 1,5 meter yang terbuat dari beras putih atau beras merah. Tumpeng ini kemudian dihias dan dilengkapi dengan berbagai jenis buah dan sayuran serta hasil bumi masyarakat sekitar seperti pepaya, pisang, kacang panjang, ketela dan berbagai hasil bumi lainnya. Sesaji tersebut diatur dan ditata diatas anyaman bambu yang nantinya akan dilarungkan ke laut. Selain sesaji dalam bentuk makanan dan hasil bumi, sering juga disertakan kelengkapan ritual lainnya berupa kepala Kambing atau sapi.

Ritual ini dimulai dengan melakukan selamatan yang dipimpin oleh para sesepuh desa. Setelah itu, sesaji tersebut akan diarak dari tempat sesaji menuju ke pinggir laut. Sesampainya dipinggir laut, sesaji tersebut akan diserahkan kepada sekelompok nelayan yang bertugas melarungkan sesaji tersebut. Sesaji ini diletakkan diatas perahu, kemudian dibawa hingga ke tengah laut sebelum akhirnya dilepaskan dan dibawa oleh ombak menuju samudra luas, dikarenakan Pantai Kedung Tumpang merupan laut bebas larung sesaji di larungkan di bibir pantai.

Proses pelepasan sesaji ini pada umumnya tidak dilakukan sendiri. Masyarakat sekitar biasanya turut menyertai pelepasan sesaji di bibir pantai yang telah dihias seindah mungkin, yang membuat prosesi ini menjadi lebih meriah.

Saat ini ritual larung sesaji bukan hanya menjadi sebuah tradisi belaka, melainkan juga telah menjadi daya tarik wisata tersendiri. Setiap tahunnya, prosesi larung saji mampu menarik ratusan wisatawan baik yang berasal dari daerah sekitar hingga wisatawan luar daerah, Desa Pucanglaban Kecamatan Pucanglaban Kabupaten Tulungagung menjadikan ritual larung sesaji ini sebagai salah satu agenda tahunan yang akan dihadiri oleh MUSPIKA Pucanglaban dan segenap Jajarannya.

 

Bagaimana reaksi anda mengenai artikel ini ?